Makna Bhinneka Tunggal Ika
Bhinneka Tunggal Ika Lambang negara Indonesia berbentuk burung Garuda yang kepalanya menoleh ke sebelah kanan (dari sudut pandang Garuda), perisai berbentuk menyerupai jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang berarti “Berbeda-beda tetapi tetap satu” ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda. Lambang ini dirancang oleh Sultan Hamid II dari Pontianak, yang kemudian disempurnakan oleh Presiden Soekarno dan diresmikan pemakaiannya sebagai lambang negara pertama kali pada Sidang Kabinet Republik Indonesia Serikat tanggal 11 Februari 1950. Penggunaan lambang negara diatur dalam UUD 1945 pasal 36A dan UU No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. (LN 2009 Nomor 109, TLN 5035). Sebelumnya lambang negara diatur dalam Konstitusi RIS, UUD Sementara 1950, dan Peraturan Pemerintah No. 43/1958 Pasal 36 A, yaitu Lambang Negara Ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika dan Pasal 36 B: Lagu Kebangsaaan ialah Indonesia Raya. Menurut risalah sidang MPR tahun 2000, bahwa masuknya ketentuan mengenai lambang negara dan lagu kebangsaan kedalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang melengkapi pengaturan mengenai bendera negara dan bahasa negara yang telah ada sebelumnya merupakan ikhtiar untuk memperkukuh kedudukan dan makna atribut kenegaraan di tengah kehidupan global dan hubungan internasional yang terus berubah. Dengan kata lain, kendatipun atribut itu tampaknya simbolis, hal tersebut tetap penting, karena menunjukkan identitas dan kedaulatan suatu negara dalam pergaulan internasional. Atribut kenegaraan itu menjadi simbol pemersatu seluruh bangsa Indonesia ditengah perubahan dunia yang tidak jarang berpotensi mengancam keutuhan dan kebersamaan sebuah negara dan bangsa tak terkecuali bangsa dan negara Indonesia.
Kata Bhinneka Tunggal Ika dapat pula dimaknai bahwa meskipun bangsa dan negara Indonesia terdiri atas beraneka ragam suku bangsa yang memiliki kebudayaan dan adat-istiadat yang bermacam-macam serta beraneka ragam kepulauan wilayah negara Indonesia namun keseluruhannya itu merupakan suatu persatuan yaitu bangsa dan negara Indonesia. Keanekaragaman tersebut bukanlah merupakan perbedaan yang bertentangan namun justru keanekaragaman itu bersatu dalam satu sintesa yang pada gilirannya justru memperkaya sifat dan makna persatuan bangsa dan negara Indonesia.
Kata bhinneka berarti “beraneka ragam” atau berbeda-beda. Kata neka dalam bahasa Sanskerta berarti “macam” dan menjadi pembentuk kata “aneka” dalam Bahasa Indonesia. Kata tunggal berarti “satu”. Kata ika berarti “itu”. Secara harfiah Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan “Beraneka Satu Itu”, yang bermakna meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap adalah satu kesatuan.Saat Indonesia merdeka oleh para pendiri bangsa mencantumkan kalimat Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan bangsa Indonesia yang dapat dilihat pada lambang negara Garuda Pancasila Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.
Keberagaman dalam Bingkai Bhinneka Tunggal Ika
Kebhinnekaan Bangsa Indonesia
- Kebhinnekaan Mata Pencaharian
Indonesia merupakan negara kepulauan dan memiliki kondisi alam yang berbeda-beda, seperti dataran tinggi/pegunungan maupun dataran rendah/pantai sehingga masyarakat yang tinggal didaerah tersebut harus menyesuaikan cara hidupnya dengan alam disekitarnya. Kondisi alam juga mengakibatkan perbedaan mata pencaharian ada yang sebagai petani, nelayan, pedagang pegawai, peternak dan lain-lain sehingga kebhinnekaan mata pencaharian tersebut dapat menjalin persatuan karena saling membutuhkan.
- Kebhinnekaan ras
Letak Indonesia sangat strategis sehingga Indonesia menjadi tempat persilangan jalur perdagangan. Banyaknya kaum pendatang ke Indonesia mengakibatkan terjadinya akulturasi baik pada ras, agama, kesenian maupun budaya. Ras di Indonesia terdiri dari Papua Melanesoid yang berdiam di Pulau Papua, dengan ciri fisik rambut keriting, bibir tebal dan kulit hitam. Ras weddoid dengan jumlah yang relatif sedikit, seperti orang Kubu, Sakai, Mentawai, Enggano dan Tomuna dengan ciri-ciri fisik, perawakan kecil, kulit sawo matang dan rambut berombak. Selain itu ada Ras Malayan Mongoloid berdiam di sebagian besar kepulauan Indonesia, khususnya di Kepulauan Sumatera dan Jawa dengan ciri-ciri rambut ikal atau lurus, muka agak bulat, kulit putih sampai sawo matang. Kebhinnekaan tersebut tidak mengurangi persatuan dan kesatuan karena tiap ras saling menghormati dan tidak menganggap ras nya paling unggul.
- Kebhinnekaan agama
Masuknya kaum pendatang baik yang berniat untuk berdagang maupun menjajah membawa misi penyebaran agama yang mengakibatkan kebhinnekaan agama di Indonesia. Ada agama Islam, Kristen Katolik, Protestan, Hindu, Budha dan Konghucu serta aliran kepercayaan. KeBhinnekaan agama sangat rentan akan konflik, tetapi dengan semangat persatuan dan semboyan Bhinneka tunggal ika konflik tersebut dapat dikurangi dengan cara saling toleransi antar umat beragama. Setiap agama tidak mengajarkan untuk menganggap agamanya yang paling benar tetapi saling menghormati dan menghargai perbedaan sehingga dapat hidup rukun saling berdampingan dan tolong menolong di masyarakat.
- Kebhinnekaan Budaya
Budaya adalah keseluruhan sistem gagasan tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar. Budaya memiliki tujuan untuk mengubah sikap dan juga perilaku SDM kearah yang lebih baik. Masuknya kaum pendatang juga mengakibatkan kebhinnekaan budaya di Indonesia sehingga budaya tradisional berubah menjadi budaya yang modern tanpa menghilangkan budaya asli Indonesia sendiri seperti budaya sopan santun, kekeluargaan dan gotong royong. Budaya tradisional dan modern hidup berdampingan di masyarakat tanpa saling merendahkan satu sama lain.
- Gender/jenis kelamin
Perbedaan jenis kelamin adalah sesuatu yang sangat alami, tidak menunjukkan adanya tingkatan. Anggapan kuat bagi laki-laki dan lemah bagi perempuan, adalah tidak benar. Masing-masing mempunyai peran dan tanggungjawab yang saling membutuhkan dan melengkapi. Zaman dahulu kaum perempuan tidak diberi kesempatan yang sama untuk mengembangkan potensinya dan seringkali tugasnya dibatasi hanya sekitar rumah saja. Pekerjaan rumah yang itu-itu saja, dianggap tidak banyak menuntut kreativitas, kecerdasan dan wawasan yang luas, sehingga perempuan dianggap lebih bodoh dan tidak terampil. Sekarang ini perempuan mempunyai kesempatan yang sama untuk sekolah, mengembangkan bakat dan kemampuannya. Banyak kaum wanita yang menduduki posisi penting dalam jabatan publik
Makna Bhinneka Tunggal Ika bagi bangsa dan negara
Walaupun bangsa kita berbeda dan beragam dalam hal suku bangsa, mata pencaharian, bahasa daerah, agama dan kepercayaan terhadap Tuhan YME, ras/keturunan serta gender tetapi harus tetap berada dalam satu kesatuan yang utuh dan tidak terpisahkan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Kita harus dapat menerapkan persatuan dalam kehidupan sehari-hari yaitu hidup saling menghargai antara masyarakat yang satu dengan yang lainnya tanpa memandang suku bangsa, agama, bahasa, adat istiadat, warna kulit dan lain-lain. tanpa adanya kesadaran sikap untuk menjaga Bhinneka Tunggal Ika akan terjadi berbagai kekacauan di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang setiap orang akan hanya mementingkan dirinya sendiri atau daerahnya sendiri tanpa perduli kepentingan bersama. Bila hal tersebut terjadi di negara kita ini akan terpecah belah, oleh sebab itu marilah kita jaga Bhinneka Tunggal Ika dengan sebaik-baiknya agar persatuan bangsa dan negara Indonesia tetap terjaga dan kita pun haruslah sadar bahwa menyatukan bangsa ini memerlukan perjuangan yang panjang yang dilakukan oleh para pendahulu kita dalam menyatukan wilayah Republik Indonesia menjadi negara kesatuan.
Akar kata multikulturalisme adalah kebudayaan. Konsep kebudayaan sendiri asalnya dari bahasa Sansekerta, kata buddhayah, adalah bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau “akal” (Soerjono Soekanto, 1990). Oleh karena itu, kebudayaan dapat diartikan sebagai “hal-hal yang bersangkutan dengan budi dan akal”
Contoh masalah-masalah keberagaman
Perhatikan berita JAYAPURA, HaI Papua.com – Ribuan warga kembali menggelar unjuk rasa menolak rasisme di Jayapura, Provinsi Papua, Kamis (29/8/2019) yang dilansir oleh https://haipapua.com/unjuk-rasa-menolakrasismeberujung-kerusuhan-di-jayapura/